KREDIT MACET DAN PENYELESAIANNYA
MAKALAH
Diajukkan untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Perbankan
Semester IV Tahun
Akademik 2012 – 2013
Disusun Oleh :
PUJASTINI DEWI NUR AZIZAH
D1. 1101290
MANAJEMEN C
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SEBELAS APRIL SUMEDANG
TAHUN 2012 – 2013
Jalan Angkrek Situ No. 19 Sumedang Telp. (0261)
205524
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, bahwasanya makalah yang berjudul “KREDIT MACET DAN PENYELESAIANNYA” telah selesai sebagaimana mestinya, guna memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Manajemen Perbankan, Semeter IV Jurusan Manajemen C di
lingkungan STIE Sebelas April Sumedang.
Dalam penyusunan makalah ini tentu
penulis mendapatkan kesulitan-kesulitan. Namun berkat bantuan dari berbagai
pihak baik moril maupun materil, sehingga kesulitan-kesulitan tersebut dapat
teratasi.
Maka dari itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan baik
moril maupun materil kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan, sehingga demi kesempurnaannya penulis menerima
kritik dan saran yang sifatnya membangun. Namun besar harapan penulis agar
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada
umumnya.
Sumedang, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR
ISI....................................................................................................... ii
BAB
I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A.
Latar Belakang............................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan............................................................................................ 1
D.
Manfaat Penulisan.......................................................................................... 2
BAB
II. PEMBAHASAN................................................................................... 3
A.
Pengertian Umum Kredit............................................................................... 3
B.
Pengertian Kredit Macet................................................................................ 3
C. Faktor – faktor Penyebab
Munculnya Kredit Bermasalah............................. 4
D. Indikasi Kredit Macet.................................................................................... 5
E. Mengurangi atau Mencegah
Kemungkinan Kredit Macet............................. 6
F.
Cara Penyelesaian Kredit Macet.................................................................... 9
BAB
III. PENUTUP........................................................................................... 11
A.
Kesimpulan...................................................................................................... 11
B.
Saran................................................................................................................ 11
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bank sebagai lembaga keuangan, disamping memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, usaha pokok bisnisnya
adalah memberikan pelayanan kredit kepada para nasabahnya.
Sejak terjadinya Paket Juni ’83 pada masa
perkembangan industri perbankan, yaitu perbankan menghapus pagu kredit,
menentukan sendiri suku bunga dalam rangka meningkatkan mobilisasi dana dari masyarakat, dan mengurangi ketergantungan
dari BI, bank dari berbagai jenis kepemilikannya dapat memberikan keleluasaan
kredit kepada nasabahnya. Sehingga masyarakat berbondong – bondong mendatangi
bank dengan harapan mendapat pinjaman modal untuk membangun usaha atau bisnis,
ataupun meningkatkan usaha yang sudah ada.
Setelah kredit yang merajalela di masyarakat
khususnya di lingkungan pengusaha menengah ke atas, banyak bank yang menyimpang
dari aturan dalam pemberian kredit karena persaingan yang ketat dalam penarikan
nasabah. Selain itu banyak kelalaian yang dilakukan bank dalam menganalisis
pemberian kredit, dan pemberian jumlah pinjaman yang tidak sesuai dengan
kemampuan nasabah bank, sehingga terjadilah
kredit macet pada nasabah.
Dengan demikian diperlukan cara penyelesaian kredit
macet yang akan dibahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas, maka timbul
masalah sebagai berikut :
1.
Apa yang
dimaksud dengan kredit macet?
2.
Faktor – faktor
apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit macet?
3.
Bagaimana cara
penyelesaian kredit macet?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1.
Mengetahui apa
yang dimaksud kredit macet.
2.
Mengetahui
faktor – faktor penyebab kredit macet.
3.
Mengetahui
bagaimana cara penyelesaian kredit macet.
D.
Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa
:
1.
Pengetahuan
tentang kredit macet dan penyelesaiannya.
2.
Wawasan dan
pengalaman dalam penyusunan makalah.
3.
Bahan wacana
bagi para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Umum Kredit
Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sampai saat ini pendapatan bunga
sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar pada
pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun
kebanyakan bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni
1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang
disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di
lain pihak, penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia
perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.
B.
Pengertan Kredit Macet
Dalam paket kebijakan deregulasi
bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit
bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah
digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan
kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank,
karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya
kegiatan usaha bank.
Kredit macet atau problem loan
adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor
atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat,
1993, hal: 220).
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit
macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)
1.
Tidak dapat
memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan;
atau
2.
Dapat memenuhi
kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa
penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha
penyelamatan kredit; atau
3.
Penyelesaian
pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan
negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan
ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
Sejak
krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia
sejak tahun 1997, penyelesaian kredit macet bank-bank di Indonesia ditangani
oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Berkaitan
dengan kasus kredit macet di Indonesia Menko Ekuin, Kwik Kian Gie mengatakan
bahwa sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai Rp 600 trilyun (InfoBank, Edisi
Nomor 245, Januari 2000, hal:14). Menurut hemat kami hal ini tampaknya lebih
disebabkan karena faktor kesengajaan. Betapa tidak, sebagian besar dana kredit
yang dimiliki bank disalurkan kepada debitur kelompok usahanya sendiri, yang
disebut perusahaan terafiliasi. Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin
tidak didasarkan pada studi kelayakan (feasibility study), dan bahkan besarnya
kredit yang mereka ajukan jumlahnya telah di ‘mark up’ terlebih dahulu. Sebagai
contoh adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional
(BUN), yang masing-masing secara berurutan menyalurkan 90,7% dan 78,4% (Kwik
Kian Gie, 1999, hal: 124) untuk kepentingan kelompok usahanya sendiri.
C.
Faktor – faktor Penyebab Munculnya Kredit Macet
Munculnya kredit bermasalah termasuk
di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan
melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak
kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan
pihak kreditur adalah:
1. Keteledoran bank mematuhi peraturan
pemberian kredit yang telah digariskan;
2. Terlalu mudah memberikan kredit,
yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan
permintaan kredit yang diajukan;
3. Konsentrasi dana kredit pada
sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;
4. Kurang memadainya jumlah eksekutif
dan staf bagian kredit yang berpengalaman;
5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan
pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit;
6. Jumlah pemberian kredit yang
melampaui batas kemampuan bank;
7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan
timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas
(cash flow) debitur lama.
8. Tidak mampu bersaing, sehingga
terpaksa menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216)
Sedang faktor-faktor penyebab kredit
macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain:
1. Menurunnya kondisi usaha bisnis
perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang
usaha dimana mereka beroperasi;
2. Adanya salah urus dalam pengelolaan
usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha
yang mereka tangani;
3. Problem keluarga, misalnya
perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh
salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur;
4. Kegagalan debitur pada bidang usaha
atau perusahaan mereka yang lain;
5. Kesulitan likuiditas keuangan yang
serius;
6. Munculnya kejadian di luar kekuasaan
debitur, misalnya perang dan bencana alam;
7. Watak buruk debitur (yang dari
semula memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan kredit). (Sutojo,
1999, hal: 334)
D. Indikasi
Kredit Macet
Untuk mendeteksi kemungkinan
terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet sedini mungkin, dapat dilakukan
dengan memperhatikan gejala-gejala sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal: 220-221)
1. Terjadinya penundaan yang tidak
normal dalam penerimaan laporan keuangan, pembayaran cicilan atau dokumen
lainnya;
2. Adanya penyelidikan yang tidak
terduga dari lembaga-lembaga keuangan lainnya mengenai nasabah tersebut;
3. Keluarnya anggota eksekutif perusahaan;
4. Terjadi perubahan kegiatan usaha
misalnya masuknya pesaing baru atau produk baru yang sejenis;
5. Meningkatnya penggunaan fasilitas
overdraft;
6. Perusahaan nasabah mengalami
kekacauan;
7. Ditemukannya kegiatan ilegal atas
usaha nasabah;
8. Permintaan tambahan kredit;
9. Permohonan perpanjangan atau
penjadwalan kembali kredit;
10. Usaha nasabah yang terlalu
ekspansif;
11. Kreditur lain melakukan proteksi
atas kredit yang diberikan dengan meminta tambahan jaminan atau melakukan
pengikatan notaris atas barang jaminan.
Dengan
mencermati gejala-gejala terjadinya kredit macet tersebut, maka bukanlah
sesuatu yang mustahil untuk mencegah terjadinya kredit macet, atau paling tidak
dapat mengurangi/menekan sekecil mungkin kasus-kasus kredit macet yang ada.
E. Mengurangi
atau Mencegah Kemungkinan Kredit Macet
Setiap penyaluran kredit oleh bank
tentu mengandung resiko, karena adanya keterbatasan kemampuan manusia dalam
memprediksi masa yang akan datang. Apalagi dalam situasi dan kondisi
‘lingkungan’ yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini.
Beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau
mengurangi seminimal mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:
1.
Penilaian/Analisis terhadap
Permohonan Kredit
Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur,
tentu harus dilakukan penilaian secara seksama oleh pejabat bank. Terlebih lagi
untuk pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi misalnya.
Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin tinggi faktor
ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko yang dihadapi bank.
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C,
yang meliputi:
a)
Character
Character
atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk membayar kembali kredit yang
telah diterimanya. Namun demikian, untuk mengetahui character seseorang itu
tidak mudah. Oleh karena itu, penilaian atas character debitur perlu dilakukan
secara hati-hati dan secermat mungkin. Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat
dari debitur, serta informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat
penting. Untuk mengetahui dan
memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan
usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur;
meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan
informasi dari ‘lingkungan’ usahanya, serta meneliti kegiatan dan
pengalaman-pengalaman usahanya.
b)
Capacity
Capacity
mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Dengan
demikian, capacity berkaitan erat dengan kemampuan calon debitur dalam melunasi
kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai untuk mengetahui kemampuan calon debitur
antara lain meliputi penilaian terhadap:
1) Proyeksi arus kas;
2) Proyeksi laporan keuangan;
3) Pusat informasi krdit;
4) Kemampuan manajemen;
5) Kemampuan pemasaran;
6) Kemampuan teknis;
7) Kewajiban – kewajiban pada pihak
lainnya.
c)
Capital
Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan
calon debitur adalah sangat penting bagi bank. Modal yang dimaksudkan disini
adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki
perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total kewajiban
(utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan merupakan cerminan keberhasilan
perusahaan di masa lalu, dan ini tentunya semakin baik dihadapan bank.
Mengingat kredit bank hanya merupakan pelengkap atau tambahan bagi pembiayaan
kegiatan operasional perusahaan. Posisi modal suatu perusahaan dapat dianalisis
dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal
perusahaan, maka bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan
perusahaan selama paling tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya.
d)
Collateral
Collateral
(jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang diserahkan
debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank. Manfaat jaminan
ini bagi bank adalah sangat penting, sebagai ‘back up’ atas kredit yang
diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah agar bank dapat memperoleh pelunasan
kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak
mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji (wan prestasi). Atas jaminan
yang diberikan oleh debitur, maka perlu diperhatikan cara pengikatannya sesuai
dengan hukum yang berlaku, untuk menghindari sengketa yang kemungkinan muncul
di kemudian hari.
e)
Conditions
Yang
dimaksud conditions disini adalah keadaan perekonomian secara umum dimana
perusahaan tersebut beroperasi. Kondisi perekonomian sangat menentukan
keberhasilan maupun kegagalan suatu perusahaan. Oleh karena itu, bank atau
dalam hal ini analis kredit, harus mempertimbangkan keadaan perekonomian, dan
proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit yang diberikan.
f)
Constraint
Dalam
pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan mempertimbangkan hambatan
(constraint) yang mungkin muncul di lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan
masyarakat setempat terhadap rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon
debiturnya, karena bisa saja masyarakat setempat menolak rencana investasi
tersebut. Sebagai contoh seorang debitur mengajukan kredit untuk membangun
sebuah peternakan babi misalnya. Nah, pihak bank perlu mengetahui bagaimana
tanggapan masyarakat setempat, apakah menerima atau menolak kehadiran
peternakan tersebut.
2.
Pemantauan Penggunaan Kredit
Setelah bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada
debiturnya, bukan berarti bahwa tugas bank sebagai perantara keuangan selesai
sampai di situ, melainkan itulah awal mula tugas bank yang sesungguhnya dalam
penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit yang telah
disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya sesuai dengan
permohonan semula, atau digunakan untuk keperluan lain? Bagaimana perkembangan
dan prospek usaha debitur? Bagaimana keadaan perekonomian nasional secara
keseluruhan, kondusif atau tidak bagi perkembangan usaha debitur? Dan
pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan dengan prospek kredit yang telah
disalurkan oleh bank. Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab, dalam rangka
mengantisipasi kemungkinan tersendat atau macetnya kredit yang telah disalurkan
bank.
3.
Jaminan Kredit
Jaminan
kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak sifatnya, tetapi
perlu, guna mengantisipasi kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang disalurkan
bank. Di samping status dan kondisi jaminan, yang tidak kalah penting untuk
diperhatikan oleh bank adalah dalam cara pengikatannya. Pengikatan jaminan
kredit ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan
dengan eksekusi jaminan, apabila kelak debitur ingkar janji (wan prestasi) atau
tidak mampu melunasi kreditnya.
F. Cara
penyelesaian Kredit Macet
Untuk menyelesaikan dan
menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-usaha
sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222-223)
1.
Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal
pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan
perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat
diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang
menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar
atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga
tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
2.
Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit
yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat
suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan
lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau
injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’ perusahaan.
Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang
mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan
menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan
ulang.
3.
Restructuring (Penataan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit yang
menyangkut:
a) Penambahan dana bank, atau
b) Konversi seluruh atau sebagian
tunggakan bunga menjadi poko kresit baru, atau
c) Konversi seluruh atau sebagian dari
kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah
penyertaan.
4.
Liquidation (Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang yang
dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini
dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah
tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah
tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan
dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan.
Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan dan
aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi
atau pelelangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kredit
macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat
adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar
kemampuan debitur.
Faktor –
faktor penyebab dari kredit macet itu sendiri dapat disebabkan oleh pihak
kreditur (bank) ataupun debitur (nasabah). Kesalahan dari pihak kreditur
seperti : keteledoran bank mematuhi
peraturan pemberian kredit yang telah digariskan; terlalu mudah memberikan
kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar
kelayakan permintaan kredit yang diajukan; konsentrasi dana kredit pada
sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi; dan lain – lain.
Sedangkan faktor yang disebabkan oleh debitur diantaranya : menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan,
yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana
mereka beroperasi; adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan,
atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;
problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan,
atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga
debitur; dan sebagainya.
Untuk
menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh
usaha-usaha sebagai berikut :
1. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
2. Reconditioning (Persyaratan Ulang)
3. Restructuring (Penataan Ulang)
4. Liquidation (Liquidasi)
A. Saran
Dengan adanya
pengalaman perbankan dalam masalah perkreditan diantaranya kredit macet, bank sebaiknya
lebih hati – hati dan selektif dalam pemberian kredit kepada nasabah, dan
disertai pengamatan jaminan kredit yang sesuai dari nasabah agar dapat meminimalisasi adanya kredit macet dan
menghindarkan bank dari kepailitan.
DAFTAR PUSTAKA